global dan detil: Secara global, pergaulan baik adalah faktor penyebab kekalnya ukhuwah. "Pergaulan baik" merupakan ungkapan yang menghimpun seluruh sarana yang dapat meningkatkan hubungan antara diri Anda dengan sahabat Anda. Dapat pula diertikan sebagai: akhlak mulia yang ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam wasiatnya:
“Bertakwalah kepada Allah dimanasaja engkau berada. Ikuti-lah kejelekan itu dengan kebaikan,
nescaya kebaikan tadiakan menghapus kejelekan, dan berakhlaklah kepada manusia dengan
Banyak sekali ungkapan ulama-ulama terdahulu yang membicarakan tentang pergaulan
baik dan kewajiban seseorang terhadap sahabatnya. Abu 'Atahiyah berkata: Ali Ibnu Haitsam ditanya, "Apa kewajiban seseorang terhadap sahabatnya?" Ia menjawab: "Menyimpan rahsianya, simpati ketika dalam kesusahan, dan memaafkan kesalahannya."
yang paling baik pergaulannya?" Ia menjawab: "Ia adalah orang yang jika dekat mahu memberi,
jika berpisah memuji, jika disakiti memberi maaf, dan jika ditekan tetap lapang dada. Siapa yang
Seorang dari suku Quraisy berkata: "Bergaullah dengan manusia sehingga jika engkau
terus berpacu dan berijtihad dalam mencari sarana-sarana yang dapat merealisasikan pergaulan
yang baik.
Adapun pembahasan detail mengenai masalah ini meliputi aspek-aspek yang tidak
terbatas selama masih dalam lingkup tema pergaulan yang baik. Sementara pembahasan berikut ini, mengenai virus-virus atau noda-noda perusak ukhuwah - yang harus kita hindari - tidak lebih dari upaya agar mampu mewujudkan pergaulan yang baik di antara kita.
Mungkin Anda bertanya: adakah hubungan antara cinta yang terjalin antara dua insan,
dengan sifat tamak akan kenikmatan dunia yang ada pada salah seorang di antara mereka atau
ketertarikan dengan apa-apa yang dimiliki oleh kebanyakan orang, sebagai faktor dominan yang
mendorongnya untuk membangun cinta dengan orang lain. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
"Berzuhudlah dari kenikmatan dunia, nescaya Allah akan mencintaimu, dan berzuhudlah
dari apa-apa yang dimiliki oleh manusia, nescaya mereka mencintaimu. "45
"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada
golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka
dengannya. Dan kurnia Rabb-mu adalah lebih baik dan lebih kekal" (Thaha [20]: 131).
Banyak kisah dua orang sahabat yang saling mencintai dengan tulus sehingga masing-masing
merasa berat untuk berpisah dari kawannya, tiba-tiba sikap mereka berubah ketika terngiur
dengan gemerlap dunia dan berlomba-lomba untuk mendapatkannya.
Ada pula seorang yang dikenal baik hati, dapat menerima kurnia Allah seadanya, tulus
dalam bergaul dengan sahabat-sahabatnya, tiba-tiba hatinya berubah setelah selalu membandingkan dirinya dengan orang yang diberi kelebihan kenikmatan dunia, matanya tertuju kepada pesona harta orang lain. Sementara dalam urusan agama, ia selalu melihat kepada yang lebih rendah kadar ketaatannya. Hatinya berubah bersamaan dengan berubahnya ketulusan
persahabatan yang terjalin dengan baik selama ini, perhatiannya tidak lagi tertuju kepada orang
yang lebih tinggi kadar ketaatan agamanya, seperti yang ia lakukan sebelumnya.
Semakin jauh mencintai dunia, semakin pudar sifat itsar (iltruisme) pada dirinya dan lalai
"Seseorang di antara kamu tidak beriman (dengan sempurna) kecuali setelah mencintai
Saat itu muncullah sifat egoisme dengan jargonnya 'nafsi-nafsi' (sendiri-sendiri).
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara” (al-Hujurat [49]: 10).
Ukhuwah (persaudaraan) adalah tema yang paling indah untuk dijadikan wacana dan
bahan perbincangan di antara manusia secara jernih; ia halus bagai cahaya, manis, dan digemari
oleh semua kalangan. Namun, apa pengertian ukhuwah yang dinyatakan oleh al-Qur'an?
mudah dapat menjalin cinta! Mereka terus berjalan bergandingan dan tali-tali kasih sudah terajut mengikat keduanya. Namun tidak demikian halnya ketika jalan yang ditempuh mulai menyempit, dan hanya cukup untuk satu orang saja. Saat itu hati keduanya bertanya-tanya: siapa yang berjalan terlebih dahulu? Apakah aku atau saudaraku, sementara aku di belakangnya? Keadaan semakin memburuk ketika jalan semakin menyempit dan terjal, hanya satu orang yang boleh melanjutkan perjalanan, sementara yang lain harus tertinggal! Hanya ada satu peluang yang ada di antara aku dan saudaraku, lantas siapa yang harus kudahulukan? Akankah kukatakan: inilah kesempatan emasku, biarkan ia mencari kesempatannya sendiri? Atau kukatakan kepadanya: ambillah kesempatan ini, biar kucari kesempatan untuk diriku?
Itulah bisikan-bisikan yang menggelitik.
menuntut hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan pribadi. Ukhuwah dalam keadaan
tersebut merupakan kesenangan yang didambakan oleh setiap manusia agar memperoleh
ketenangan jiwa ketika mampu mewujudkannya.
Namun dalam keadaan sulit, ketika rasa tamak mencuat, ukhuwah diuji dengan ujian yang
berat. Di sinilah altruisme dan cinta dapat dibedakan dari egoisme dan serakah, yang terkadang
tidak disedari oleh seseorang ketika dalam keadaan normal dan menganggap dirinya sebagai
sahabat setia yang memenuhi segala tuntutan ukhuwah.
Berapa banyak halaqah, pelajaran, nasihat, dan saran yang diperlukan oleh individu,
kelompok dan basis komunitas agar makna luhur ukhuwah tertanam dalam diri mereka, sehingga tidak sekadar menjadi kebenaran teoretis dan berhenti pada nalar rasional, melainkan
berkembang menjadi keyakinan nurani dan terimplementasi dalam perilaku nyata,47 seperti yang dinyatakan dalam al-Qur'an:
sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang
Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka sangat memerlukan (apa yang
mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung" (al-Hasyr [59]: 9).
LALAI MENJALANKAN IBADAH
DAN MELANGGAR TUNTUNAN AGAMA
Sejauh mana kadar takwa dan kebaikan yang anda lihat dari saudararnu, sejauh itulah
tulusnya cinta dan persahabatan yang anda berikan padanya. Sejauh mana tingkat dzikir, ibadah, peringatan akan akhirat, perhatian terhadap ketaatan kepada Allah, dan dakwah di jalan-Nya yang memenuhi nuansa persahabatan dan pertemanan, sejauh itulah eratnya persabatan dan jalinan cinta yang terjalin di antara keduanya.
Namun jika hubungan persahabatan kering dari makna-makna dzikir, ibadah, saling
menasihati, mengingatkan perihal akhirat dan mendorong semangat dakwah, maka kegersangan
ukhuwah akan semakin terasa, lalu beralih menjadi permainan (lagha) dan perdebatan sia-sia.
Hati bertambah keras dan cepat bosan, sementara lagha (perkataan dan perbuatan sia-sia)
membuka gerbang keru-sakan dan perselisihan, yang pada akhirnya terjelmalah dosa sebagai
dinding pemisah yang memburaikan ikatan ukhuwah dan memisahkan dua sahabat. Dalam
sebuah hadith shahih, Rasulullah shallallahu. 'alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah dua orang yang saling berkasih sayang kerana Allah berpisah, kecuali
disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh salah seorang di antara keduanya.”
Dosa yang dilakukan tersebut tidak semestinya berhubungan dengan saudaramu, namun
bentuk dosa apa pun yang dilakukan oleh seseorang dapat menjadi faktor hilangnya seluruh
kawan dekat dan saudaranya satu demi satu. Misalnya dosa yang berhubungan dengan masalah
kewangan, lantaran meninggalkan kewajiban, perbuatan tidak terpuji, mengucapkan kata-kata
jelek, ghibah, menjatuhkan wibawa dan kepribadian orang lain, memperolok-olok, dan berbagai
perbuatan maksiat lainnya.
Dosa kerana perbuatan-perbuatan maksiat di atas dapat mengakibatkan hilangnya rasa
cinta dan ukhuwah, baik secara langsung mahupun tidak langsung - sebagai balasan atas maksiat,yaitu dengan hilangnya sahabat-sahabat yang mencintaimu. Sebagai contoh, sahabatmu merasa jika berdekatan denganmu akan menggiringnya ke dalam maksiat, diam dengan kemungkaran, lebih mengingatkan perihal duniawi dan melupakan dzikir serta akhirat, lalai beribadah, dan menjauhkan dari kegiatan-kegiatan dakwah. Dengan alasan-alasan tersebut, rasa cintanya semakin terkikis dan lebih menyukai bergaul dengan orang lain.
Sesungguhnya kelebihan hubungan ukhuwah kerana Allah adalah kerana yang terlibat di
dalamnya senantiasa mengingatkan masalah-masalah akhirat, seperti yang dinyatakan oleh al-Hasan rahimahullah: "Sahabat lebih kami cintai daripada keluarga sendiri, kerana sahabat mengingatkan
kita akan akhirat, sedang keluarga mengingatkan kita akan dunia."
Dengan demikian, jika seorang sahabat cenderung mengingatkanmu dengan masalahmasalah
duniawi, kelebihan apa lagi yang masih tersisa darinya? Untuk itu, jika engkau ingin
memiliki sahabat-sahabat yang menghargai dan menghormatimu, hendaklah engkau mulai dengan memperbaiki hubunganmu dengan Allah, komitmen dengan ketentuan syari'at dan hukum-hukum-Nya, jauhkan dirimu dari maksiat dan dosa. 'Seorang bijak berkata: "Barangsiapa yang menghendaki kemuiliaan tanpa keluarga, kaya tanpa harta, kedudukan di antara sahabat, wibawa di mata penguasa, maka hendaknya ia mampu membebaskan diri dari belenggu maksiat menuju taat kepada Allah."
Di antara bentuk pelanggaran syari'at yang dapat menghancurkan cinta imani, bahkan
dapat mengakibatkan permusuhan adalah mahabbah syaitaniyyah (cinta yang didorong oleh
nafsu syaitan). Hal ini dapat terjadi jika hubungan yang terjalin antara dua insan berjalan tidak
wajar dan membawanya dalam keadaan yang serba tidak menentu, khawatir dan lemah, sehingga ketika dalam shalat pun ia masih mengingat dan merasakan kehadirannya. Ia tidak suka apabila sahabatnya berkenalan dengan orang lain atau bergaul dengan orang lain, benci dengan setiap orang yang mahu menjalin hubungan dengannya, bahkan mungkin beberapa kawannya merasa dirugikan oleh keberadaannya, kecemburuan yang muncul kepadanya seakan-akan kecemburuan terhadap istrinya sendiri.
Model cinta seperti itu bukanlah cinta imani, melainkan cinta syaitan atau nafsu syahwat
yang lebih mendekati al-'isyq (cinta kerana nafsu), yang dibangun atas dasar keakraban belaka,
penampilan luar, paras muka, dan semisalnya. Cinta seperti ini justru akan menjerumuskan ke
dalam kenistaan, permusuhan, dan sikap saling menjauhi. Kerana segala sesuatu yang tidak
dibangun kerana Allah akan terputus, namun jika kerana Allah akan tetap kekal dan bersambung.
Sebagaimana keindahan rupa tidak menjamin kebaikan dirinya.
jangan terpedaya dengan keelokan rupa
sungguh banyak wanita cantik yang buruk pribadinya
tidak selamanya yang kuning mengkilap
adalah uang emas
kalajengking kuning
adalah jenis yang paling jelek dan berbahaya
Dzur-Rummah menjadikan air sebagai perumpamaan bagi orang yang baik lahirnya namun
jahat batinnya. Ia berujar:
tidakkah kau tahu; kadang air itu busuk baunya
walau warnanya tetap putih jernih
Suatu ketika, seorang bijak melihat orang yang sangat tampan. Lalu ia berkata: "Memang,
rumah itu indah, tapi penghuninya jelek." Jahzhah, seorang sastrawan Arab kemiidian mengambil makna ungkapan tersebut dalam bail puisinya:
seringkali perbedaan itu nampak jelas sekali
antara rumah indah namun pikiran rosak
Adapun cinta imani membawa ketenteraman dan kedaimaian, terus mendorong untuk taat
dan mendekatkan diri dengan Allah, ia bertambah kukuh dengan ketaatan sahabat yang dicintai
kepada Allah, dan berkurang kerana kelalaiannya atas hak-hak Allah Subhanahu waTa'ala. Suatu hal yang mesti diperhatikan, walaupun ukhuwah begitu penting dan memiliki berbagai dampak positif, namun Islam senantiasa menganjurkan untuk memposisikan segala sesuatu dalam kerangka yang seimbang. Sikap berlebihan (ekstrem) tidak dapat diterima dalam bentuk apa pun, ia merupakan sikap abnormal yang dapat menjerumuskan ke dalam kenistaan dan kelalaian.
Setiap hamba mesti membangun amalannya di atas ketulusan kerana Allah. Cubalah
berintrospeksi, siapa pun yang hidup di dunia ini tidak dapaf menyelamatkan Anda, paras yang
elok rupawan tidak akan menjadi penolong bagi diri Anda, bahkan pemiliknya sekalipun. Semua
akan sirna, keindahan rupa akan berubah menjadi pemandangan yang menjijikkan setelah
terkubur, dan menjadi santapan ulat-ulat kuburan.
"Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Rabb-mu yang
mempunyai kebesaran dan kemuliaan" (ar-Rahman [55]: 26-27).
Dalam sebuah riwayat dinyatakan bahawa jika Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu sedang
berusaha mengawal hatinya, ia mendatangi reruntuhan bangunan tua, berdiri di depan pintu dan
memanggil dengan suara memelas penuh duka: "Di mana-kah penghunimu?" Lalu Ibnu Umar
berbisik pada diri sendiri:
"Tiap sesuatu akan binasa kecuali wajah-Nya (Allah)" (al-Qashash [28]: 88).
Hati para da'i harus senantiasa menjadi wahana untuk beribadah, di dalamnya mereka
tidak menyembah selain Allah. Mereka mesti berhati-hati agar tidak terjerat syirik, kerana
gerakannya terlalu halus namun dampaknya sangat besar. Hendaknya mereka terus mengingat
ucapan seorang shalih yang waktu itu sudah berumur enam puluh tahun: "Aku selalu menjaga
pintu hatiku selama empat puluh tahun agar tidak ada yang dapat masuk ke dalamnya kecuali
Allah."
Ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan islami) adalah hubungan alami sesuai dengan fitrah
yang tidak menyimpang menjadi nafsu berahi, dan tidak pula menjadikan seseorang tergila-gila,
bahkan tidak sampai pada batas di mana pribadi seseorang lebur dalam diri sahabatnya. Kerana
jika sampai pada derajat ini, ukhuwah sudah kehilangan keseimbangan dan keluar dari kaidah
syari'at, terkontaminasi—baik disengaja atau tidak—oleh berbagai perasaan dan dorongan
manusiawi yang amat halus dan terselubung. Namun perjalanan waktu akan menyingkap tabir itu dan menampakkan kenyataan yang selama ini ditutupi.
Orang bijak adalah yang cepat bergerak sebelum terlambat, seperti orang yang berjalan di
tepi jurang, nyaris terjerumus ke dalam dasarnya yang dalam. Sungguh beruntung seseorang
yang mengetahui batas-batas syari'at lain berupaya teguh dalam melaksanakannya, dan
mengetahui batas-batas dirinya lalu berpijak pada apa yang ada dalam dirinya itu.
Oleh kerana itu, hendaknya setiap insan yang menjalin hubungan persahabatan kerana
Allah, selalu menanamkan nilai takwa dalam setiap bisikan hatinya, membangun tali ukhuwah
sesuai dengan pandangan dan konsep ajaran Islam, jujur dengan diri sendiri, mengikat naluri
dengan rasio, dan menerangi rasio dengan petunjuk Islam. Jangan memandang sebelah mata
terhadap dosa-dosa kecil, kerana ia merupakan jalan menuju dosa-dosa besar.
Adakalanya, nafsu jahat memberi rangsangan kepada seseorang dengan melihat sahabat
dekatnya dengan penuh rasa kagum dan suka. Begitu juga sebaliknya, ia menerjemahkan setiap
gerak-gerik sebagai bagian dari perasaan tersebut, juga dengan pandangan mata dan berbagai
rangsangan atau imaginasi lainnya. Semua itu merupakan khayalan yang timbul akibat rasa suka
yang berlebihan, penyakit hati, dan seluruh perasaan-perasaan yang menyimpang. Sementara
syaitan tidak menyia-nyiakan peluang sekecil apa pun untuk mempertajam dan memperbesar
khayalan-khayalan semacam ini dalam diri manusia agar masuk dalam perangkapnya.
Ketika menerangkan berbagai macam hubungan yang mencerminkan ketertarikan
seseorang dengan sahabatnya, Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafizhahullah menyatakan:
"Di antara bentuk-bentuk hubungan tersebut adalah hubungan maksiat—semoga Allah
melindungi kita darinya, di mana dua orang itu terikat hubungan maksiat sehingga keduanya
menyaksikan hal-hal yang haram, menikmatinya, dan melakukannya secara bersama-sama."
Bentuk lainnya adalah hubungan yang lebih berbahaya ketimbang bentuk hubungan yang
baru saja disebutkan, yaitu hubungan suka dan ketertarikan sehingga sampai pada satu titik di
mana ia mencintainya 'bersama' Allah dan bukan 'kerana' Allah. Dengan hubungan seperti ini, ia
sanggup mela-kukan beberapa amalan 'ibadah' untuk orang yang dicintainya. Masalah ini muncul disebabkan oleh banyak faktor yang pada tahap awalnya nampak sederhana, namun kemudian berkembang dan membesar, sehingga kedua orang tersebut atau salah satu di antara mereka, sama sekali tidak sanggup berpisah, ia harus selalu bersamanya, melihatnya, dan berhubungan dengannya melalui telepon, yang terkadang menghabiskan waktu berjam-jam setiap hari. Dan yang lebih berat dari itu, ia memikirkannya dalam shalat, ketika bacaannya sampai pada firman Allah:
"Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan" (al-Fatihah [1]: 5).
Pikirannya menerawang bersama sahabat yang dicintainya; bak udara yang dihirup
olehnya, jika kehilangan walau hanya sesaat, ia merasakan sakit yang teramat dahsyat kerana
perpisahan itu. Dan sakit itu baru reda bila ia bertemu kembali dengannya. Hubungan
ketertarikan yang maha dahsyat ini memiliki beberapa derajat yang berbeda, yang sebagiannya
dapat dikategorikan dalam ghuluw (ekstrem) yang berakhir pada syirik akbar.
Beberapa orang memungkiri hal ini dan bertanya: "Bagaimana hal tersebut boleh
terjadi?" Namun saya katakan: ini ada-lah fakta! Dalam konteks ini, kita kembali kepada
pengertian hadith Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
Agar mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali kerana Allah." Beliau tidak mengatakan Agar mencintai seseorang (langsung) kerana Allah, kerana Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Bijaksana dan Maha Alim, Tahu bahawa antara sesama
manusia dapat tumbuh hubungan yang tidak legal dan terkadang sangat kuat. Sementara syaitan mengelabui manusia seakan-akan hubungan tersebut adalah wujud ukhuwah kerana Allah, padahal hakikatnya tidak demikian.
Kadang kala syaitan juga menghiasi hubungan tersebut dengan beberapa amalan ibadah
yang dikerjakan bersama, namun sebenarnya tidak terlepas dari nafsu yang dilarang oleh syari'at. Dengan alasan menghindari kritikan pihak lain atau menyakiti perasaan, seorang di antara mereka mengajak sahabatnya: "Bagaimana jika kita membaca buku bersama? Mendengar kaset? Menghafal al-Qur'an? Tahajjud bersama?"
Mereka berdua melaksanakan program bersama tersebut untuk beberapa saat lamanya
atau dalam waktu-waktu tertentu, namun hakikat amalan tersebut tidak termasuk ukhuwah
kerana Allah, melainkan masing-masing mencuba untuk bertahan menipu diri sendiri atau
menampakkan diri di depan orang-orang lain bahawa hubungan tersebut merupakan ukhuwah
kerana Allah, padahal hakikatnya tidak demikian. Bahkan, jika keduanya duduk bersama
membaca al-Qur'an, masing-masing memikirkan sahabatnya dan sama sekali tidak mengerti apa yang dibaca, demikian seterusnya. "Kemudian, apa yang dapat menyingkap tabir penyamaran tersebut sehingga nampak bentuk sebenarnya, dan dapat menjelaskannya secara gamblang?
Jawabannya adalah penggalan dari hadith Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tadi,
yaitu sabdanya: "Agar mencintai seseorang, ia tidak mencintainya kecuali kerana Allah..." Ia
menggunakan ungkapan pembatas yang paling kuat, kerana masalah ini merupakan fakta yang
terjadi di kalangan manusia, yaitu masalah hubungan yang terjalin bukan kerana Allah, yang
cenderung menghancurkan kehidupan individu, bahkan merugikan kelompok atau jama'ah Islam secara keseluruhan, kerana hubungan tersebut merupakan penyakit menular yang harus
ditanggulangi oleh semua pihak.
Ibnul-Qayyim rahimahullah menyinggung masalah ini dalam karya monumentalnya, al-
Jawab al-Kafi. Kitab ini merupakan jawaban atas sebuah pertanyaan yang ditujukan kepadanya,
sebagaimana yang dapat diketahui dari Muqaddi-mah-nya... "Suatu musibah yang menimpa
seseorang dapat menjerumuskannya ke dalam dosa dan menghancurkan dunia serta akhiratnya..."
Kitab tersebut merupakan karya penting guna menangani masalah al-'isgq wat-ta'alluq (rasa
cinta dan suka yang berlebihan), sebuah masalah yang pernah ditanya-kan kepada Ibnul-Qayyimrahimahullah dan ia menjawabnya seperti berikut. Di sini, kita dapat melihat metode para ulama, yaitu ketika Ibnul-Qayyim memberi jawaban kepada penanya: "Berserah dirilah kepada Allah, berdoalah pada waktu-waktu terkabulnya doa." Kemudian Ibnul-Qayyim memberinya doa-doa ma'tsur (berdasarkan petunjuk al-Qur'an dan sunnah), mengajarinya tentang Asma Allah yang paling agung, dan faktor-faktor yang dapat membantu diperkenankannya permohonan dan terkabulnya doa. Setelah itu, ia juga menerangkan bahaya dosa dan maksiat, dan menegaskan kepada penanya, jika telah mengetahui bahaya perbuatan tersebut hendaklah ia mempertimbangkannya dengan akal sehat dan menjauhinya.
Ibnul-Qayyim memberikan keterangan yang luar biasa mengenai bahaya dosa, menceritakan kisah kaum Nabi Luth 'alaihissalam dan hukuman yang mereka terima dari Allah Subhanahn wa Ta'ala, kerana masalah ini dapat mendorong kepada perbuatan keji tersebut. Ketika seseorang membaca, terkadang tidak dapat memahami makna uraian Ibnul-Qayyim dengan baik. Namun setelah meinbacanya berkalikali, akan terrlihat dengan jelas metodologi dan sinergi uraian tersebut, juga peristiwa-peristiwa yang terjadi, oraug orangyang mengakhiri hayatnya dengan su'ul khatimah (dalam keadaan buruk) , sebagian mereka mati dalain keadaan tergila-gila dengan harta, wanita, sahabat, kedudukan, dan seterusnya.
Metode Ibnul-Qayyim tersebut semestinya tidak hanya di gunakan untuk mengatasi
masalah al-‘isyq dan at-ta’alluq saja, namun Ibnul-Qayyim juga memiliki beberapa kerangka
solusi yang cukup handal unluk mengatasi masalah ini. Ia berkata, "Jika penyelesaian masalah
ini menuntut seseorang untuk meninggalkan sahabatnya, dengan cara berhijrah ke negeri lain
sehingga tidak lagi menjumpainya, mengetahui beritanya, terbebas dari perasaan yang mengikat
dan pengaruhnya, maka hendaknya ia menempuh cara ini agar dapat menyelamatkan agamanya."
Dari pernyataan di atas, anda mengetahui bahawa para ulama yang ikhlas dan memiliki
perhatian atas realiti mampu mengetengahkan kerangka solusi yang sangat kuat, mengakar dan
komplementer. Berbeda dengan berbagai solusi yang serampangan untuk mengatasi
permasalahan yang terkadang jauh lebih besar dari masalah yang pernah ada sebelumnya.
Kita sangat memerlukan perhatian dan pengetahuan yang jauh lebih besar dengan
didasari oleh keikhlasan agar dapat mengatasi seluruh masalah yang dihadapi, dan dapat
membentuk komunitas sosial islami yang bersih serta terhindar dari noda. Jika tidak, bagaimana
mungkin Allah akan menolong suatu kaum yang tertusuk oleh panah-panah syaitan di seluruh
tubuhnya.
Tujuan huraian di atas adalah untuk menyalakan bahawa hubungan nafsu, yakni
hubungan al-'isyq, merupakan bagian dari dosa dan pelanggaran terhadap batasan syari'at yang
dapat menghancurkan ukhuwah, dalambentuk perpecahan diantara mereka sebagai hukuman
Allah atas dosa tersebut; atau dengan tidak bersambutnya harapan orang tersebut dari
sahabatnya. Sehingga lantaran kegagalan ini, ia menjauhi sahabatnya dengan penuh amarah dan
kecewa; atau jika sahabatnya merasa bahawa cinta orang tersebut tidak murni kerana Allah,
terkontaminasi dengan keinginan tertentu atau perasaan yang menyimpang, maka ia akan
membencinya, lalu menjauhinya dan lebih memilih bergaul dengan orang lain.
Maka hati-hatilah saudaraku! Jangan sampai hubunganmu ternoda. Berhati-hatilah ketika
seseorang mencintaimu kerana Allah, sementara Allah murka kepadamu. Hanya Dia-lah yang
mengetahui segalanya:
"Dia (Allah) mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa-apa yang disembunyikan oleh
hati" (al-Mukmin [40]: 19).
Di antara doa yang sering diucapkan oleh Muhammad bin Wasi' rahimahullah adalah:
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar terhindari dari mencintai kerana-Mu, sementara
Engkau benci atau murka kepadaku."
Sufyan berkata, “Ada ujaran-ujaran yang mengatakan: jika kamu mengetahui dirimu sendiri,
tuduhan apa pun tidak akan membahayakanmu.”
Malulah kepada Allah, janganlah terpedaya dengan pujian, tipuan, dan kelancungan orang
lain melalui hubungan palsunya denganmu. Hati-hati pula dengan ketertutupan aibmu, kerana
memang Allah menutupnya. Segeralah bertaubat kepada-Nya dari semua dosa sebelum tabirmu
tersingkap atau Allah akan menanam kebencian di dalam hati orang-orang yang mencintaimu.
*diolah dari kitab virus-virus ukhwah karangan Abu 'Ashim Hisyam bin Abdul Qadir Uqdah